Bayangan tentang Bom gereja di
Surabaya oleh sebuah keluarga di Jawa Timur tentu masih teringat jelas dalam
benak kita. Belum lagi isu yang masih hangat terjadi, Densus 88 menangkap
terduga teroris di Univeristas Riau di Jalan HR Soebrantas di Kecamatan Tampan,
Pekanbaru, Riau, Sabtu (2/6/2018).
Banyaknya teroris yang
mengatasnamakan Islam, khususnya di Indonesia membuat kita berpikir siapa
sebenarnya target rekrutan mereka? Melalui berbagai pengalaman dan berita
tentang korban-korban cuci otak ISIS kami mencoba menjelaskan ciri-ciri orang
yang mudah diajak bergabung dengan ISIS atau organisasi teroris lainnya yang
mengatasnamakan Islam. Harapannya dengan mengetahui ciri-ciri berikut kita bisa
saling menasihati dan saling peduli kepada sesama agar tidak terjerumus tipu
daya ISIS.
1. Orang
yang baru belajar agama, namun salah dalam memilih guru
Belajar agama oleh setiap muslim
adalah wajib. Sekarang banyak dari kita kaum muslimin, terutama generasi
mudanya berbondong-bondong dan bersemangat dalam menuntut ilmu agama. Banyak
yang menghafal Al-Qur’an, banyak yang belajar bahasa arab, banyak belajar
hadits dan seterusnya. Tentu hal ini adalah sebuah kemajuan dan berita baik
untuk semua umat islam di Indonesia. Namun yang menjadi perhatian adalah
darimana sumber kita belajar agama tersebut?
Belajar agama tanpa seorang guru
yang bisa menerangkan mana yang salah dan benar akan menjerumuksan kita pada kesesatan.
Belajar agama hanya bermodalkan telepon genggam dan buku-buku terjemahan akan
mudah sekali disusupi pemahaman-pemahaman yang keliru.
Pada kasus nyata, banyak sekali cikal
bakal teroris belajar pertama kali melalui grup-grup WA yang sangat tidak jelas
siapa gurunya. Menghadiri pengajian-pengajian tertutup yang bersifat rahasia
dan eksklusif. Inilah awal mula munculnya gerakan ektremisme, karena dengan
adanya pengajian-pengajian tertutup tersebut, teroris-teroris akan dengan mudah
mendoktrin mangsanya dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang dipelintir sesuai
pemahaman mereka.
Apakah mudah jika sudah masuk
kedalam doktrin tersebut? Sangat sulit, karena biasanya orang yang sudah masuk
ke dalam kelompok mereka akan dilarang untuk menuntut ilmu di guru yang lain.
Inilah yang mengakibatkan pemahaman mereka sulit sekali untuk dikoreksi dan
disadarkan.
2. Orang
yang tidak diajari untuk bertoleransi antar pemeluk agama
Target yang kedua adalah orang
yang tidak mengenal toleransi antar pemeluk agama. Orang yang sejak kecil tidak
diajari keberagaman, dan cara bergaul dengan umat agama lain akan mudah sekali
untuk terpancing isu-isu sentimental SARA. Orang-orang seperti ini akan dengan
mudah merasa curiga dan berburuk sangka terhadap umat lain yang tidak
sepemahaman dengan mereka. jika rasa curiga dan buruk sangka sudah semakin tertanam
dalam diri mereka, timbullah kebencian yang mendarah daging. Kebencian yang
dilandasi sentimen agama inilah yang menjadi sarana empuk kelompok teroris
untuk mengajak orang-orang ini bergabung dengan mereka. Dibarengi dengan
pengetahuan agama yang minim, tentu menambah risiko orang tersebut terjerumus
dalam hasutan doktrin teroris.
3. Orang
yang melampiaskan kebencian dengan cara yang salah
Kita tentu sangat membenci
Israel, ekstremis Budha Myanmar, Bashar
Al Assad dan Amerika Serikat yang telah membantai saudara-saudara kita di
Palestina, Suriah, Iraq, Afghanistan dan Rohingnya. Berapa banyak darah yang
sudah mereka tumpahkan, berapa banyak anak-anak yang menjadi yatim piatu akibat
kekejaman mereka, belum lagi kebijakan-kebijakan dari Amerika yang sangat tidak
memihak kemerdekaan Palestina. Tentu kita sangat membencinya. Tapi yang menjadi
masalah, apakah itu semua menjadi pembenaran untuk kita melampiaskannya pada
umat lain yang kebetulan seagama dengan mereka?
Inilah yang terjadi pada teroris,
mereka terpancing kebencian yang mereka lampiaskan pada orang-orang yang tidak
bersalah. Mereka melampiasakannya dengan cara mengebom gereja, melakukan bom
bunuh diri pada kelompok-kelompok yang bersebrangan dengan mereka dan
sebagainya. Banyak hal yang bisa kita perbuat untuk membantu saudara-saudara
kita di palestina, suriah, dan lainnya. Jika kita ingin membantu dana, carilah
badan infaq yang menyalurkan bantuan ke daerah konflik tersebut. Jika dengan
cara politik bisa membantu, tempuhlah jalur politik yang baik, tidak perlu
mengadu domba, mencaci maki pemerintah, atau menganggap sesat kelompok yang
tidak sepaham.
4. Pribadi
tertutup dan sulit untuk diajak bersosialisasi
Pribadi introvert bukanlah hal
yang buruk jika diimbangi dengan pengetahuan diri yang baik, bisa menentukan
mana yang menurutnya benar dan salah. Namun pribadi tertutup adakalanya bisa
terbawa oleh dunianya sendiri. Hal ini lah yang menjadi celah yang dimanfaatkan
oleh jaringan teroris dalam merekrut anggotanya. Pribadi yang tertutup tidak
banyak bercerita tentang dirinya pada orang lain, termasuk juga kegiatan
sehari-harinya. Jarang bergaul membuat dirinya lebih suka menyendiri dari pada
berinteraksi dengan orang lain. Ketika terpapar oleh pemahaman yang salah,
pribadi yang tertutup tidak mudah bercerita pada orang lain sehingga
pemahamannya yang keliru tersebut tidak bisa diketahui dan tidak terkoreksi.
Walhasil, ia terjerumus pada doktrin-doktrin sesat atas nama agama dan kitab
suci tanpa ada yang menyadarkan.
5. Orang
yang sombong dan mudah menyalahkan orang yang tidak sepaham dengannya.
Sikap sombong adalah akar dari
radikalisme. Sulit diajak berdiskusi, memandang bahwa hanya pemahamannya
sendirilah yang benar, merasa paling mulia, merasa yang paling berhak
mendapatkan surga dan sebagainya. Ketika kebenaran sudah di monopoli, akan
mudah sekali mencap sesat kelompok lain, mencap kafir, menganggap thaghut
(setan) pemerintah, bersikap paranoid terhadap kelompok lain, merasa diawasi
karena tidak sepaham dan sebagainya. Inilah mengapa orang yang sudah mencap
dirinya yang paling benar akan sulit diajak untuk kembali ke ajaran yang benar.
Teroris yang sudah terdoktrin butuh bertahun-tahun untuk menyadarkannya. Kita
lihat nara pidana teroris tidak semua dari mereka tersadar akan kesalahan dari
pemahamannya. Bahkan sebaliknya mereka semakin meyakini bahwa apa yang
dilakukannya termasuk jihad yang akan mendapatkan balasan surga dan semakin
membenci pihak-pihak yang berusaha menyadarkan mereka.
Itulah ciri-ciri orang yang memiliki risiko
untuk terkena doktrin ISIS dan organisasi teroris lainnya. Dengan mengetahui
orang-orang yang rentan tersebut, ada baiknya untuk kita waspada dan saling
peduli terutama pada orang-prang terdekat kita agar jangan sampai teman atau
saudara kita menjadi korban cuci otak kelompok teroris.
No comments:
Post a Comment