Wednesday 6 June 2018

Target Empuk Jadi Korban Cuci Otak Organisasi Teroris (ISIS, Al Qaeda)

Bayangan tentang Bom gereja di Surabaya oleh sebuah keluarga di Jawa Timur tentu masih teringat jelas dalam benak kita. Belum lagi isu yang masih hangat terjadi, Densus 88 menangkap terduga teroris di Univeristas Riau di Jalan HR Soebrantas di Kecamatan Tampan, Pekanbaru, Riau, Sabtu (2/6/2018).


Banyaknya teroris yang mengatasnamakan Islam, khususnya di Indonesia membuat kita berpikir siapa sebenarnya target rekrutan mereka? Melalui berbagai pengalaman dan berita tentang korban-korban cuci otak ISIS kami mencoba menjelaskan ciri-ciri orang yang mudah diajak bergabung dengan ISIS atau organisasi teroris lainnya yang mengatasnamakan Islam. Harapannya dengan mengetahui ciri-ciri berikut kita bisa saling menasihati dan saling peduli kepada sesama agar tidak terjerumus tipu daya ISIS.

1.  Orang yang baru belajar agama, namun salah dalam memilih guru

Belajar agama oleh setiap muslim adalah wajib. Sekarang banyak dari kita kaum muslimin, terutama generasi mudanya berbondong-bondong dan bersemangat dalam menuntut ilmu agama. Banyak yang menghafal Al-Qur’an, banyak yang belajar bahasa arab, banyak belajar hadits dan seterusnya. Tentu hal ini adalah sebuah kemajuan dan berita baik untuk semua umat islam di Indonesia. Namun yang menjadi perhatian adalah darimana sumber kita belajar agama tersebut?

Belajar agama tanpa seorang guru yang bisa menerangkan mana yang salah dan benar akan menjerumuksan kita pada kesesatan. Belajar agama hanya bermodalkan telepon genggam dan buku-buku terjemahan akan mudah sekali disusupi pemahaman-pemahaman yang keliru.

Pada kasus nyata, banyak sekali cikal bakal teroris belajar pertama kali melalui grup-grup WA yang sangat tidak jelas siapa gurunya. Menghadiri pengajian-pengajian tertutup yang bersifat rahasia dan eksklusif. Inilah awal mula munculnya gerakan ektremisme, karena dengan adanya pengajian-pengajian tertutup tersebut, teroris-teroris akan dengan mudah mendoktrin mangsanya dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang dipelintir sesuai pemahaman mereka.

Apakah mudah jika sudah masuk kedalam doktrin tersebut? Sangat sulit, karena biasanya orang yang sudah masuk ke dalam kelompok mereka akan dilarang untuk menuntut ilmu di guru yang lain. Inilah yang mengakibatkan pemahaman mereka sulit sekali untuk dikoreksi dan disadarkan.

2. Orang yang tidak diajari untuk bertoleransi antar pemeluk agama

Target yang kedua adalah orang yang tidak mengenal toleransi antar pemeluk agama. Orang yang sejak kecil tidak diajari keberagaman, dan cara bergaul dengan umat agama lain akan mudah sekali untuk terpancing isu-isu sentimental SARA. Orang-orang seperti ini akan dengan mudah merasa curiga dan berburuk sangka terhadap umat lain yang tidak sepemahaman dengan mereka. jika rasa curiga dan buruk sangka sudah semakin tertanam dalam diri mereka, timbullah kebencian yang mendarah daging. Kebencian yang dilandasi sentimen agama inilah yang menjadi sarana empuk kelompok teroris untuk mengajak orang-orang ini bergabung dengan mereka. Dibarengi dengan pengetahuan agama yang minim, tentu menambah risiko orang tersebut terjerumus dalam hasutan doktrin teroris.

3.  Orang yang melampiaskan kebencian dengan cara yang salah

Kita tentu sangat membenci Israel, ekstremis Budha Myanmar,  Bashar Al Assad dan Amerika Serikat yang telah membantai saudara-saudara kita di Palestina, Suriah, Iraq, Afghanistan dan Rohingnya. Berapa banyak darah yang sudah mereka tumpahkan, berapa banyak anak-anak yang menjadi yatim piatu akibat kekejaman mereka, belum lagi kebijakan-kebijakan dari Amerika yang sangat tidak memihak kemerdekaan Palestina. Tentu kita sangat membencinya. Tapi yang menjadi masalah, apakah itu semua menjadi pembenaran untuk kita melampiaskannya pada umat lain yang kebetulan seagama dengan mereka?

Inilah yang terjadi pada teroris, mereka terpancing kebencian yang mereka lampiaskan pada orang-orang yang tidak bersalah. Mereka melampiasakannya dengan cara mengebom gereja, melakukan bom bunuh diri pada kelompok-kelompok yang bersebrangan dengan mereka dan sebagainya. Banyak hal yang bisa kita perbuat untuk membantu saudara-saudara kita di palestina, suriah, dan lainnya. Jika kita ingin membantu dana, carilah badan infaq yang menyalurkan bantuan ke daerah konflik tersebut. Jika dengan cara politik bisa membantu, tempuhlah jalur politik yang baik, tidak perlu mengadu domba, mencaci maki pemerintah, atau menganggap sesat kelompok yang tidak sepaham.

4.  Pribadi tertutup dan sulit untuk diajak bersosialisasi

Pribadi introvert bukanlah hal yang buruk jika diimbangi dengan pengetahuan diri yang baik, bisa menentukan mana yang menurutnya benar dan salah. Namun pribadi tertutup adakalanya bisa terbawa oleh dunianya sendiri. Hal ini lah yang menjadi celah yang dimanfaatkan oleh jaringan teroris dalam merekrut anggotanya. Pribadi yang tertutup tidak banyak bercerita tentang dirinya pada orang lain, termasuk juga kegiatan sehari-harinya. Jarang bergaul membuat dirinya lebih suka menyendiri dari pada berinteraksi dengan orang lain. Ketika terpapar oleh pemahaman yang salah, pribadi yang tertutup tidak mudah bercerita pada orang lain sehingga pemahamannya yang keliru tersebut tidak bisa diketahui dan tidak terkoreksi. Walhasil, ia terjerumus pada doktrin-doktrin sesat atas nama agama dan kitab suci tanpa ada yang menyadarkan.    

5.     Orang yang sombong dan mudah menyalahkan orang yang tidak sepaham dengannya.

Sikap sombong adalah akar dari radikalisme. Sulit diajak berdiskusi, memandang bahwa hanya pemahamannya sendirilah yang benar, merasa paling mulia, merasa yang paling berhak mendapatkan surga dan sebagainya. Ketika kebenaran sudah di monopoli, akan mudah sekali mencap sesat kelompok lain, mencap kafir, menganggap thaghut (setan) pemerintah, bersikap paranoid terhadap kelompok lain, merasa diawasi karena tidak sepaham dan sebagainya. Inilah mengapa orang yang sudah mencap dirinya yang paling benar akan sulit diajak untuk kembali ke ajaran yang benar. Teroris yang sudah terdoktrin butuh bertahun-tahun untuk menyadarkannya. Kita lihat nara pidana teroris tidak semua dari mereka tersadar akan kesalahan dari pemahamannya. Bahkan sebaliknya mereka semakin meyakini bahwa apa yang dilakukannya termasuk jihad yang akan mendapatkan balasan surga dan semakin membenci pihak-pihak yang berusaha menyadarkan mereka.



Itulah ciri-ciri orang yang memiliki risiko untuk terkena doktrin ISIS dan organisasi teroris lainnya. Dengan mengetahui orang-orang yang rentan tersebut, ada baiknya untuk kita waspada dan saling peduli terutama pada orang-prang terdekat kita agar jangan sampai teman atau saudara kita menjadi korban cuci otak kelompok teroris. 

No comments:

Post a Comment