Oemar Bakri Potret Guru Penuh Pengabdian (ilustrasi) |
Senja semakin merah, matahari melanjutkan perjalanannya ke barat membangunkan orang-orang di belahan bumi lainnya. Ditengah jalan yang bolong-bolong dan becek, seorang pria tua dengan baju safarinya mengayuh kereta angin yang roda belakangnya tidak lagi simetris. Dibagian belakang sepedanya terdapat tas kulit berisi peralatannya mengajar dan bekal pagi tadi dari istrinya.
Namanya Oemar Bakri. Orang-orang di kampung sering menyapanya “Pak Guru” karena pekerjaanya mengajar sekolah dasar di kampung sebelah.
Namanya Oemar Bakri. Orang-orang di kampung sering menyapanya “Pak Guru” karena pekerjaanya mengajar sekolah dasar di kampung sebelah.
Sepanjang perjalanan, seperti biasanya Oemar Bakri hanya melamuni nasibnya yang tak pasti, sambil sesekali memikirkan akan jadi apa murid-muridnya nanti. Umurnya sekitar 70 tahun. Sudah 40 tahun lebih ia mengajar di SD kampung sebelah. Perawakannya gagah tapi kurus. Ia seorang pejuang kemerdekaan saat berperang melawan Jepang. Kulitnya berwarna coklat tua karena sering ditimpa terik matahari saat bersepeda. Meskipun tua, badannya tidak bungkuk, punggungnya tetap tegak, setegak semangatnya mengajar murid-murid.
Pak Oemar tidak pernah mengeluh saat harus bersepeda berkilo-kilometer meski harus melalui bukit melewati lembah. Sepedanya itu sepeda antik, peninggalan tentara Jepang yang kabur saat kalah adu jotos waktu ia muda.Umur sepeda itu katanya selisih 25 tahun dengannya. Waktu ditemukan kondisinya masih baru, kemungkinan baru turun dari kapal Jepang. Sekarang sepeda itu sudah semakin tua, setua pengabdiannya. Bannya sudah tidak simetris lagi gara-gara sering njeblos di jalan-jalan berlubang. Kalau berjalan, sepedanya seperti mau kehilangan napas, bunyi ngik-ngik-ngik mirip penderita TBC. Pedalnya sudah tertelanjangi, tinggal besinya saja, itu pun sudah karatan. Perlu ngeden supaya pedalnya berputar.
Di tengah himpitan hidupnya, Pak Oemar mempunyai sebuah keinginan. Ia ingin memiliki sebuah mobil atau sepeda motor. Di jamannya, kendaraan bermotor merupakan barang super mewah. Jumlahnya sangat jarang, hanya orang-orang berduit saja yang pantas mengendarainya. Pak Oemar membayangkan jika ia memiliki mobil, ia tidak akan terkena hujan atau lumpur saat berangkat mengajar. kegiatannya akan lebih lancar. Ia tidak perlu bercapek-capek menaiki bukit dengan napas tersengal-sengal, atau harus melewati sungai mencari jalan pintas sampai tujuan. Jika ia mempunyai mobil, Ia juga berniat akan membawa murid-muridnya berjalan-jalan keluar desa, mengajak mereka mengunjungi kota-kota besar, dari Jakarta hingga Surabaya. Ia berharap semua orang nanti mempunyai mobil atau setidaknya motor terutama murid-muridnya. Kendaraan bermotor terutama mobil menurutnya adalah simbol superioritas, simbol kemakmuran dan kesejahteraan, simbol bahwa pemiliknya itu mengikuti gelagat-gelagat jaman.
Namun, betapapun besar keinginannya, ada hal yang selalu mengusik hati kecilnya. Apa benar jika terkabul, keinginannya akan bermanfaat di masa depan. Jangan-jangan efek sampingnya lebih besar daripada manfaatnya. Dia mulai melihat segelintir orang-orang borjuis termasuk temannya yang terlihat tidak ramah dan sedikit sombong. Saat masuk ke desanya, jangankan keluar dan berjabat tangan, untuk sekadar membuka jendela mobil saja tidak.
Di masa depan (sekarang-red) kekhawatiran Pak Guru Oemar Bakri tidak sepenuhnya salah. Hampir semua orang mempunyai kendaraan bermotor, dari mulai abang penjual cimol, tukang sedot WC hingga pejabat pejabat perlente. Di masa depan, jalanan sudah mulus. Meskipun belum semuanya, jalan-jalan di pelosok desa sebagian telah beraspal. Penerus profesi bapak Oemar pun sekarang tidak pusing memikirkan bagaimana menuju ke tempat pengabdian. Hampir semua guru sudah memiliki motor, meskipun sebagian didapat dengan cara kredit. Orang-orang di masa depan sangat terbantu dengan adanya kendaraan bermotor, Bisa menjelajah dari desa ke desa, dari kota ke kota dengan waktu perjalanan yang relatif singkat. Tidak seperti jaman dulu, orang-orang tidak lagi merasa ngos-ngosan karena kepanasan di jalan. Disamping karena semua harus mengenakan helm, angin saat berkendara pun mengurangi panas di siang hari. Apalagi yang berada di dalam mobil berpendingin, jangankan badan bau karena debu, kulit berkeringat pun tidak.
Sayang sekali, di balik kemudahan-kemudahan yang diberikan kendaraan bermotor ada efek samping yang mungkin akan membuat Bapak Oemar geleng-geleng kepala. Gara-gara motor dan mobil dimana-mana, udara sekarang semakin panas. panasnya bikin orang-orang gelagapan bingung bertanya kenapa sekarang bisa panas begini?. Padahal jika ditelusuri mereka sendirilah penyebab suhu udara berasa mau mendidih. mereka mungkin pura-pura tidak tahu atau hanya tidak mau mengaku. Disamping panas, udara sekarang sangat kotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan gas-gas pembuangan seperti orang kentut sembarangan. Meskipun tidak bau busuk, tetapi cukup mengganggu kesehatan.
Di pagi hari, orang-orang berangkat mencari nafkah. Mereka mengeluarkan kendaraan andalannya dan segera menuju ke tempat kerja. Jika dulu masalahnya jalan-jalan bolong, sekarang masalahnya berevolusi menjadi kemacetan super panjang. Orang-orang sibuk mencari celah-celah sempit untuk cepat-cepat sampai tujuan. kalau memang sempat, bolehlah serobot rambu-rambu lalu lintas. Persetan dengan bapak polisi.
Tujuan awal diciptakannya mobil dan motor dulu agar orang-orang mudah bertransportasi. Tetapi nyatanya sebagian orang di masa depan tidak lagi paham esensi fungsinya. Dengan adanya kemudahan malah menjadikan mereka manja. Kemanapun tujuannya, jauh dekat selalu menggunakan kendaraan bermotor. Untuk beli bakso daging bebek di samping rumah yang jaraknya kurang dari 20 meter saja dibela-belain memakai motor. Bahkan kampus atau kantor yang jaraknya hanya setengah kilo sampai dua kilo saja harus ditempuh dengan mobil. Alasannya macam-macam, udara kotor, panas,haus, banyak debu, kulit kering, kulit gelap, rambut rontok, muncul ketombe, baju kusam, make up luntur, dan sebagainya.
Memang ada alasan-alasan tertentu orang-orang menggunakan mobil dengan jarak dekat. Bisa jadi kulitnya alergi debu, sensitif terhadap cahaya, disabilitas anggota gerak, atau ia berangkat bersama teman-temannya satu mobil dari tempatnya tinggal. Tetapi ada juga alasan penggunaan mobil yang hanya sebatas “mobil-mobil gua, ngapain lu yang ribut” atau “punya mobil ya di pake dong, udah dibawa jauh-jauh dari rumah masa ga dipake”. Alasan seperti ini dapat menimbulkan permasalahan sosial. Disini timbul egoisme kolektif orang-orang yang menggunakan mobil sebatas karena "semau gue". Orang-orang seperti ini dalam masyarakat cenderung mau seenaknya sendiri. Orang tersebut mungkin tahu efek negatif penggunaan berlebih kendaraan bermotor; polusi udara, kemacetan, pemanasan global, pemborosan bahan bakar dan lahan parkir tetapi egonya sudah meng-KO dampak yang diperbuatnya.
Selain egoisme kolektif, efek samping penggunaan kendaraan bermotor adalah timbulnya kesalahan perspektif sosial (Hasan, 2009). Orang-orang menganggap mobil dan motor mewah sebagai simbol superioritas, kemakmuran, golongan konglomerat dan kekinian. Sedangkan kendaraan tidak bermotor seperti sepeda dikonotasikan inferioritas, golongan masyarakat kelas menengah ke bawah, dan ketertinggalan jaman. Di masa sekarang, anggapan tersebut tidaklah benar. Sebaliknya, orang-orang yang bersepeda atau berjalan kaki merupakan manifestasi orang-orang yang cerdas dan mempunyai prinsip hidup yang baik. Orang-orang bersepeda atau berjalan kaki menyadari pentingnya menjaga lingkungan, menjaga kesehatan tubuh, efisien, tidak boros, antisipatif-terencana, mempunyai rasa empati, dan ciri manusia berwawasan luas.
Sebagian dari kita mungkin ada yang membanggakan diri dengan mobil atau motor mewah. Sebenarnya mereka hanyalah korban godaan iklan. Sebuah promosi produk kendaraan bermotor tidak akan pernah menampilkan dampak negatif penggunaanya. Yang ditampilkan hanya yang dapat membuat produknya laku terjual di pasaran. Tidak mungkin iklan motor menampilkan dampak emisi gas kendaraan bermotor pada lingkungan atau kesehatan. Karenanya, wawasan yang luas dan kesadaran kolektif akan dampak-dampak negatif kendaraan bermotor sangat penting sehingga kita tidak mudah terjerumus oleh iklan-iklan yang hanya mementingkan keuntungan korporasi.
Di jaman Oemar Bakri, ketika orang berjalan dan bersepeda masih lumrah, orang-orang masih menjaga budaya tiga “S”; senyum, sapa dan salam. Siswa-siswi berangkat sekolah bersepeda bersama-sama, beriringan diselingi canda tawa. Ketika mereka bertemu gurunya di jalan, mereka tidak lupa untuk sekadar menyapa dan mengucapkan salam. Lain dulu lain sekarang. Jaman sekarang orang-orang banyak menggunakan mobil atau motor untuk beraktivitas. Yang menggunakan motor, mukanya tidak akan kelihatan karena dibungkus helm. Yang menggunakan mobil apalagi, orang tidak punya kepala saja mungkin kita tidak tahu. Interaksi sosial antara pengguna kendaraan bermotor otomatis terbatasi. Budaya senyum, sapa dan salam agaknya mulai tereduksi.
Penggunaan kendaraan bermotor memang sangat bermanfaat untuk beraktivitas sehari-hari. Namun, seyogyanya kita membatasi diri dan menyadari dampak negatif dari pemakaian kendaraan bermotor berlebihan. Jika tidak ada halangan ada baiknya kita bersepeda atau berjalan kaki karena berjalan kaki bersama merupakan simbol kesetaraan dan keharmonisan pribadi.
--------------
Pak Guru Oemar Bakri masih mengayuh kereta anginnya Ia tak lupa menyapa ketika bertemu tetangganya di jalan. Tak terasa udara semakin dingin, ia berhenti sejenak untuk mengenakan jaket kulit coklat pemberian istrinya. Setelah badannya terasa hangat, ia kembali melanjutkan perjalanan. Sesuai keinginannya, semua murid-muridnya di masa yang akan datang akan memiliki mobil atau motor mewah. Pak Guru yakin semua muridnya akan menjadi orang kaya, serba mudah dan berkecukupan. Karena keyakinaannya, ia juga tidak pernah lupa untuk selalu mengajari mereka hidup sederhana agar meskipun kaya, murid-muridnya kelak tidak hidup manja.
*tulisan ini juga dimuat di Medisinaugm.org
sumber gambar: http://4.bp.blogspot.com/
No comments:
Post a Comment